Jumat, 18 Januari 2013

Forgiveness



                Malam itu kereta tidak dapat meneruskan perjalanannya. Terjadi longsor besar di km45 st.cilebut - st.bojong gede. Aku tertahan selama berjam-jam di kereta sebelum akhirnya dapat masuk ke st.depok baru. Aku merasa sangat letih setelah seharian ini kuliah, mengantuk dan kelaparan. Setelah menunggu dan menunggu sekitar jam 9 malam aku baru sampai di st.bojong gede. Kereta tidak dapat meneruskan perjalanannya malam itu hingga st.akhir karena longsor yang merusak rel kereta.
            Hujan deras mengguyur tubuhku.  Papa aku kedinginan, aku lapar, aku lelah pah.. Tapi papa bersikukuh tidak mau menjemputku. Ia justru menaikkan nada bicaranya dan memberikan beberapa alternatif yang mungkin dapat membantuku agar dapat sampai rumah tanpa harus meminta bantuannya. Aku menunggu namun angkot yang ada semuanya penuh. Naik ojegpun biayanya pasti mahal, lagi pula dalam macet seperti ini biasanya mereka akan meminta bayaran lebih.
            Aku memutuskan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan aku menahan tangis. Kenapa papa tidak mau menjemputku, sedangkan fakhri, seburuk apapun cuacanya ia akan tetap menjemputnya. Bahkan sampai SMA pun ia masih di antar jemput. Sedangkan aku ? Papa bahkan tidak mau menjemputku saat keadaan seperti ini.
            Sepanjang perjalanan mama terus mengirim pesan menanyakan keadaanku yang membuatku semakin marah. Aku kesal, kakiku keram dan kedinginan. Aku seperti membeku. Tak kuat rasanya aku jika harus berjalan sampai st.cilebut.
            Saat aku merasa sangat lelah, sebuah motor berhenti di dekatku. Kulihat papa menjemputku. Aku lalu naik tanpa mengucapkan apapun padanya. Aku diam sepanjang jalan. Papa memberiku beberapa nasehat dengan nada yang agak tinggi. Aku sadar, ia marah. Tanpa terasa air mata menetes jatuh ke pipiku. Aku menangis. Sesampainya di rumah, aku segera berlari ke kamarku. Aku menangis keras disana. Merasa sangat kesal, kedinginan dan lelah. Bahkan rasa lapar itupun menguap begitu saja.
            Setelah itu aku masih terdiam selama beberapa hari. Lalu aku merasa menyesal sendiri. Mengapa aku harus mengatakan kata-kata yang kasar ? Aku hanya melihatnya dari cara pandangku sendiri, aku tak melihat dari cara pandang yang berbeda. Mungkin papa juga lelah, mungkin ia juga tidak enak badan, mungkin memang aku saja yang manja. Atau bahkan aku yang harusnya lebih dulu mengucapkannya....
Maaf... Maafkan aku....

0 komentar:

Posting Komentar

Jumat, 18 Januari 2013

Forgiveness



                Malam itu kereta tidak dapat meneruskan perjalanannya. Terjadi longsor besar di km45 st.cilebut - st.bojong gede. Aku tertahan selama berjam-jam di kereta sebelum akhirnya dapat masuk ke st.depok baru. Aku merasa sangat letih setelah seharian ini kuliah, mengantuk dan kelaparan. Setelah menunggu dan menunggu sekitar jam 9 malam aku baru sampai di st.bojong gede. Kereta tidak dapat meneruskan perjalanannya malam itu hingga st.akhir karena longsor yang merusak rel kereta.
            Hujan deras mengguyur tubuhku.  Papa aku kedinginan, aku lapar, aku lelah pah.. Tapi papa bersikukuh tidak mau menjemputku. Ia justru menaikkan nada bicaranya dan memberikan beberapa alternatif yang mungkin dapat membantuku agar dapat sampai rumah tanpa harus meminta bantuannya. Aku menunggu namun angkot yang ada semuanya penuh. Naik ojegpun biayanya pasti mahal, lagi pula dalam macet seperti ini biasanya mereka akan meminta bayaran lebih.
            Aku memutuskan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan aku menahan tangis. Kenapa papa tidak mau menjemputku, sedangkan fakhri, seburuk apapun cuacanya ia akan tetap menjemputnya. Bahkan sampai SMA pun ia masih di antar jemput. Sedangkan aku ? Papa bahkan tidak mau menjemputku saat keadaan seperti ini.
            Sepanjang perjalanan mama terus mengirim pesan menanyakan keadaanku yang membuatku semakin marah. Aku kesal, kakiku keram dan kedinginan. Aku seperti membeku. Tak kuat rasanya aku jika harus berjalan sampai st.cilebut.
            Saat aku merasa sangat lelah, sebuah motor berhenti di dekatku. Kulihat papa menjemputku. Aku lalu naik tanpa mengucapkan apapun padanya. Aku diam sepanjang jalan. Papa memberiku beberapa nasehat dengan nada yang agak tinggi. Aku sadar, ia marah. Tanpa terasa air mata menetes jatuh ke pipiku. Aku menangis. Sesampainya di rumah, aku segera berlari ke kamarku. Aku menangis keras disana. Merasa sangat kesal, kedinginan dan lelah. Bahkan rasa lapar itupun menguap begitu saja.
            Setelah itu aku masih terdiam selama beberapa hari. Lalu aku merasa menyesal sendiri. Mengapa aku harus mengatakan kata-kata yang kasar ? Aku hanya melihatnya dari cara pandangku sendiri, aku tak melihat dari cara pandang yang berbeda. Mungkin papa juga lelah, mungkin ia juga tidak enak badan, mungkin memang aku saja yang manja. Atau bahkan aku yang harusnya lebih dulu mengucapkannya....
Maaf... Maafkan aku....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar