Malam itu kereta tidak dapat
meneruskan perjalanannya. Terjadi longsor besar di km45 st.cilebut - st.bojong
gede. Aku tertahan selama berjam-jam di kereta sebelum akhirnya dapat masuk ke
st.depok baru. Aku merasa sangat letih setelah seharian ini kuliah, mengantuk
dan kelaparan. Setelah menunggu dan menunggu sekitar jam 9 malam aku baru
sampai di st.bojong gede. Kereta tidak dapat meneruskan perjalanannya malam itu
hingga st.akhir karena longsor yang merusak rel kereta.
Hujan deras mengguyur tubuhku. Papa aku kedinginan, aku lapar, aku lelah
pah.. Tapi papa bersikukuh tidak mau menjemputku. Ia justru menaikkan nada
bicaranya dan memberikan beberapa alternatif yang mungkin dapat membantuku agar
dapat sampai rumah tanpa harus meminta bantuannya. Aku menunggu namun angkot
yang ada semuanya penuh. Naik ojegpun biayanya pasti mahal, lagi pula dalam
macet seperti ini biasanya mereka akan meminta bayaran lebih.
Aku memutuskan berjalan kaki.
Sepanjang perjalanan aku menahan tangis. Kenapa papa tidak mau menjemputku,
sedangkan fakhri, seburuk apapun cuacanya ia akan tetap menjemputnya. Bahkan
sampai SMA pun ia masih di antar jemput. Sedangkan aku ? Papa bahkan tidak mau
menjemputku saat keadaan seperti ini.
Sepanjang perjalanan mama terus
mengirim pesan menanyakan keadaanku yang membuatku semakin marah. Aku kesal,
kakiku keram dan kedinginan. Aku seperti membeku. Tak kuat rasanya aku jika
harus berjalan sampai st.cilebut.
Saat aku merasa sangat lelah, sebuah
motor berhenti di dekatku. Kulihat papa menjemputku. Aku lalu naik tanpa
mengucapkan apapun padanya. Aku diam sepanjang jalan. Papa memberiku beberapa
nasehat dengan nada yang agak tinggi. Aku sadar, ia marah. Tanpa terasa air
mata menetes jatuh ke pipiku. Aku menangis. Sesampainya di rumah, aku segera
berlari ke kamarku. Aku menangis keras disana. Merasa sangat kesal, kedinginan
dan lelah. Bahkan rasa lapar itupun menguap begitu saja.
Setelah itu aku masih terdiam selama
beberapa hari. Lalu aku merasa menyesal sendiri. Mengapa aku harus mengatakan
kata-kata yang kasar ? Aku hanya melihatnya dari cara pandangku sendiri, aku
tak melihat dari cara pandang yang berbeda. Mungkin papa juga lelah, mungkin ia
juga tidak enak badan, mungkin memang aku saja yang manja. Atau bahkan aku yang
harusnya lebih dulu mengucapkannya....
Maaf... Maafkan
aku....





0 komentar:
Posting Komentar