DIABETES MELITUS SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA
HIPERTENSI DAN GAGAL GINJAL
Disusun oleh :
1.
Desi Fathwiyati
Sholihah
2.
Shabrina K.
3.
Cindy Dwijayanti
4.
Rudi Warnu
5.
Reisa
6.
Amelia
Gustianasari
7.
Alif Raharjo
8.
Revronika
Sianipar
9.
Novika Fuzi
Fauziah
10. Rury Advinda Putri
11. Luthfi Adi Prasetyo
12. Ghaida Nur Tsara
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes
Melitus adalah penyakit degenerative yang memerlukan upaya penanganan yang
tepat dan serius. Dampak penyakit tersebut akan membawa berbagai komplikasi
penyakit yang serius, seperti : penyakit jantung, strok, disfungsi ereksi,
gagal ginjal, dan kerusakan sistem saraf.
Menurut Estimasi International
Diabetes Federation (IDF) terdapat 177 juta penduduk dunia menderita
diabetes melitus pada tahun 2002. Jumlah penderita Diabetes Melitus dari tahun
ke tahun terus meningkat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi data
diabetes mellitus akan meningkat menjadi 300 juta dalam 25 tahun mendatang ( Siswono,
2005). International Diabetic Federation (IDF) memperkirakan
jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia meningkat dua kali lipat dari
2.548.000 tahun 2003 menjadi 5.210.000 penderita pada tahun 2025. WHO telah mengeluarkan isyarat bahwa akan
terjadi ledakan pasien Diabetes Melitus di abad 21, dimana peningkatan tertinggi
akan terjadi di kawasan ASEAN.
Menurut data organisasi kesehatan
dunia (WHO) Indonesia menempati urutan ke 6 di dunia sebagai negara dengan
jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak setelah India, China, Uni Soviet,
Jepang dan Brazil. Tercatat pada tahun 1995 jumlah penderita diabetes di
Indonesia mencapai lima juta dengan peningkatan sebanyak 230 ribu pasien diabetes
setiap tahunnya sehingga pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 17 juta
orang (8,6 % dari jumlah penduduk). Penelitian yang dilakukan International
Diabetic Federation (IDF) membuktikan sebagian besar penderita diabetes
memiliki tubuh gemuk. Menurut Soegondo mengatakan salah satu masalah kesehatan
yang berhubungan dengan diabetes tipe II adalah kegemukan. Diabetes tipe II
tanpa tergantung pada insulin dan muncul pada usia diatas 45 tahun. WHO
memastikan peningkatan penderita diabetes tipe II paling banyak akan dialami
oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagian peningkatan jumlah
penderita diabetes tipe II karena kurangnya pengetahuan tentang diabetes
melitus, usia harapan hidup yang semakin meningkat, diet yang kurang sehat, kegemukan
serta gaya hidup modern.
Masalah
yang akan dihadapi oleh penderita Diabetes Melitus tenyata cukup komplek
sehubungan dengan terjadinya komplikasi kronis baik mikro maupun makroangiopati.
Pada kenyataannya banyak pasien Diabetes Melitus yang sebelum terdiagnosis Diabetes
Melitus, telah terjadi kerusakan organ tubuh yang meluas seperti ginjal, saraf,
mata, dan kardiovaskuler. Hal ini dapat terjadi akibat ketidak tahuan pasien
sehingga terjadi keterlambatan dalam penanganannya.
Salah
satu komplikasi mikroangiopati adalah nefropati diabetik yang bersifat kronik progresif
dan tidak dapat dikembalikan lagi ke kondisi semula dengan akibat paling buruk adalah
terjadi gagal ginjal terminal yang memerlukan biaya yang sangat mahal untuk pengelolaannya.
Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap progresivitas
nefropati diabetik menjadi gagal ginjal terminal.
Mengingat besarnya resiko kesehatan yang
dialami penderita diabetes melitus, pemerintah di negara-negara beresiko tinggi
banyak populasi diabetes dianjurkan menyusun strategi penanggulangan diabetes.
Mengurangi beban kerja dalam mengontrol diabetes memerlukan perencanaan
intensif untuk mengatasi penyakit pada penderita dan mencegah timbulnya
penyakit pada yang belum terkena. Cara yang efektif adalah meningkatkan
kesehatan penduduk misalnya lewat penyuluhan pola makan yang sehat, menjaga
berat badan agar tidak kegemukan, dan dorongan untuk berolahraga. Di Indonesia
berdiri Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia). Kegiatan-kegiatan persadia
berfokus pada diabetes, diharapkan dapat membangkitkan kesadaran masyarakat
akan bahaya, pengenalan, pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus.
Upaya yang dilakukan pemerintah
untuk mencegah peningkatan penderita diabetes melitus yaitu dengan meningkatkan
kesadaran mengenai diabetes dan komplikasi pada semua pihak masyarakat dan
tenaga kesehatan lewat kampaye gaya hidup termasuk pola makanan sehat dan olahraga.
Pertanyaan
Penelitian
Tujuan
Penelitian
Dengan
diadakannya penelitian Diabetes Melitus
Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi Dan Gagal Ginjal diharapkan mampu
menambah wawasan masyarakat mengenai penyakit diabetes melitus serta bahaya
penyakit degeneratif yang menyertainya, terutama sebagai salah satu penyebab
penyakit hipertensi dan gagal ginjal.
Penelitian ini juga diharapkan mampu
memberikan gambaran mengenai suatu bentuk karya ilmiah bagi adik kelas tahun
berikutnya maupun membantu para senior tingkat akhir yang akan membuat tesis,
ataupun skripsi.
Manfaat
Penelitian
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme berupa
hilangnya toleransi glukosa. Diabetes melitus disebabkan oleh defisiensi
insulin relatif atau absolut. Pada diabetes tipe I atau Insulin Dependent
Diabetes Melitus (IDDM) terdapat defisiensi insulin absolut yang disebabkan
oleh autoimun atau idiopatik. Sedangkan diabetes tipe II atau Non Insulin
Dependent Diabetes melitus (NIDDM), defisiensi insulin bersifat relatif dengan
kadar insulin serum kadang biasanya normal atau mungkin bahkan meningkat, yang
disebabkan kelainan dalam pengikatan insulin pada reseptor. Kelainan ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah reseptor atau akibat ketidaknormalan
reseptor insulin intrinsik. Selain tipe I dan tipe II, masih ada lagi
jenis lain dari diabetes seperti MODY, defek genetik kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat, infeksi, antibodi insulin,
gestasional Dm (Mansyoer, 2007; Tjokronegoro, 2002).
Komplikasi
kronis diabetes melitus (DM) terutama disebabkan gangguan integritas pembuluh
darah dengan akibat penyakit mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi
tersebut kebanyakan berhubungan dengan perubahan-perubahan metabolik, terutama
hiperglikemia. Kerusakan vaskuler merupakan gejala yang khas sebagai
akibat DM, dan dikenal dengan nama angiopati diabetika. Makro- angiopati
(kerusakan makrovaskuler) biasanya muncul sebagai gejala klinik berupa penyakit
jantung iskemik dan pembuluh darah perifer. Adapun mikro- angiopati (kerusakan
mikrovaskuler) memberikan manifestasi retinopati, nefropati dan neuropati.
Nefropati
diabetik merupakan manifetasi mikroangiopati pada ginjal yang ditandai dengan
adanya proteinuri (mula-mula intermiten kemudian persisten), penurunan GFR ( glomerular
filtration rate) peningkatan tekanan darah yang perjalanannya
progresif menuju stadium akhir berupa gagal ginjal terminal.
Berbagai
teori tentang patogenesis nefropati diabetik adalah peningkatan produk
glikosilasi dengan proses non enzimatik yang disebut AGEs (Advanced
Glicosylation End Products), Peningkatan reaksi jalur poliol (polyol
pathway), glukotoksisitas (oto-oksidasi), dan protein
kinase C memberikan kontribusi pada kerusakan ginjal.
Kelainan
glomerulus disebabkan oleh denaturasi protein karena tingginya kadar glukosa,
hiperglikemia dan hipertensi intraglomerulus. Kelainan/perubahan terjadi pada
membran basalis glomerulus dengan proliferasi dari sel-sel mesangium. Keadaan
ini akan menyebabkan glomerulosklerosis dan berkurangnya aliran darah, sehingga
terjadi perubahan-perubahan pada permeabilitas membran basalis glomerulus yang
ditandai dengan timbulnya albuminuria.
Beberapa
studi cross-sectional dan longitudinal telah
mengidentifikasi adanya beberapa faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan
risiko utama dari nefropati diabetik. Faktor-faktor risiko tersebut antara
lain : hipertensi,
glikosilasi hemoglobin, kolesterol, merokok, peningkatan usia, resistensi
insulin, jenis kelamin, ras (kulit hitam), dan diet tinggi protein.
Manifestasi
klinis dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin.
Diagnosis awal dengan gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia,
lemas, berat badan turun tanpa sebab yang jelas. Gejala lain yang mungkin
dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi, pruritas
vulva pada wanita (Mansyoer, 2007).
Keluhan
dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200
mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa
glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan
kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari
yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi
tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat, dll. ((Mansyoer,
2007; Hadley, 2000).
Sampai saat ini tidak ada kesatuan
pendapat mengenai definisi hipertensi. Menurut JNC hipertensi terjadi apabila
tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (Tagor, 2003).
Selama
ini dikenal 2 jenis hipertensi, yaitu hipertensi primer yang penyebabnya tidak
diketahui mencakup 90% dari kasus hipertensi, dan hipertensi sekunder yang
penyebabnya diketahui. Penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi antara lain
penyakit ginjal, penyakit endokrin, sters akut, obat-obatan, kelainan
neurologi, dan lain-lain (Joesoef, 2003; Tagor, 2003).
Hipertensi
baru menimbulkan gejala apabila sudah menimbulkan kelainan pada organ tertentu
dalam tubuh. Hipertensi didiagnosis dengan pengukuran tekanan darah.
Beberapa komplikasi yang terjadi
anatara lain :
1.
retinopati hipertensif
2.
penyakit kardiovaskular
3.
penyakit serebrovaskular
4.
penyakit ginjal seperti nefrosklerosis (Joesoef, 2003; Tagor, 2003).
Efek-Efek
Dari Tekanan Darah Tinggi. Tekanan darah tinggi, atau hipertensi, adalah
faktor utama pada perkembangan dari persoalan-persoalan ginjal pada orang-orang
dengan diabetes. Keduanya sejarah hipertensi keluarga dan kehadiran dari
hipertensi nampak meningkatkan kesempatan-kesempatan mengembangkan penyakit
ginjal. Hipertensi juga mempercepat kemajuan dari penyakit ginjal ketika ia
telah hadir.
Tekanan
darah direkam menggunakan dua angka-angka. Angka pertama disebut tekanan
systolic, dan ia mewakili tekanan dalam arteri-arteri ketika jantung berdenyut.
Angka kedua disebut tekanan diastolic, dan ia mewakili tekanan antara
denyut-denyut jantung. Dahulu, hipertensi ditentukan sebagai tekanan darah yang
lebih tinggi 140/90, dikatakan sebagai "140 per 90".
The ADA dan
the National Heart, Lung, and Blood Institute merekomendasi bahwa orang-orang
dengan diabetes mempertahankan tekanan darah mereka dibawah 130/80.
Hipertensi
dapat dilihat tidak hanya sebagai penyebab penyakit ginjal namun juga sebagai
hasil dari kerusakan yang diciptakan oleh penyakit. Ketika penyakit ginjal maju
(berlanjut), perubahan-perubahan fisik pada ginjal-ginjal menjurus pada tekanan
darah yang meningkat. Oleh karenanya, spiral yang berbahaya, yang melibatkan
tekanan darah yang naik dan faktor-faktor yang meningkatkan tekanan darah,
terjadi. Deteksi dan perawatan dini dari bahkan hipertensi yang ringan adalah
penting untuk orang-orang dengan diabetes.
Gejala-gejala
dari fungsi ginjal memburuk yang tidak spesifik, dan mungkin termasuk perasaan
kurang sehat dan mengalami
nafsu makan berkurang.
Seringkali, penyakit ginjal kronis didiagnosis sebagai hasil dari
skrining dari orang yang dikenal berada di
risiko masalah ginjal, seperti yang dengan
tekanan darah
tinggi atau
diabetes dan mereka yang memiliki hubungan
darah dengan penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis juga dapat
diidentifikasi ketika itu mengarah ke salah satu komplikasi yang diakui,
seperti
penyakit
kardiovaskuler,
anemia atau
perikarditis.
Tanda dan gejala awal gagal
ginjal
CKD awalnya
tanpa gejala spesifik dan hanya dapat dideteksi sebagai peningkatan dalam serum
kreatinin atau protein dalam urin. Sebagai
[ginjal []] fungsi menurun:
- Metabolik
asidosis, karena akumulasi sulfat, fosfat,
asam urat dll ini dapat menyebabkan aktivitas enzim diubah oleh kelebihan
asam yang bekerja pada enzim dan eksitabilitas juga meningkat membran
jantung dan saraf dengan promosi (hiperkalemia) karena kelebihan asam (asidemia). Orang dengan penyakit ginjal kronis
menderita dipercepat aterosklerosis dan
lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit
kardiovaskuler daripada
populasi umum. Pasien yang menderita penyakit ginjal kronis dan penyakit
kardiovaskular cenderung memiliki prognosis lebih buruk dibanding mereka
yang menderita hanya dari yang terakhir.
Penyakit
ginjal kronis diidentifikasi oleh
tes darah untuk
kreatinin.
Tingginya tingkat kreatinin menunjukkan jatuh
laju filtrasi
glomerulus dan sebagai akibat
penurunan kemampuan ginjal mengekskresikan produk limbah. Kadar kreatinin
mungkin normal pada tahap awal CKD, dan kondisi tersebut ditemukan jika
urine (pengujian sampel urin) menunjukkan
bahwa ginjal adalah memungkinkan hilangnya
protein atau
sel
darah merah ke dalam urin.
Untuk menyelidiki penyebab kerusakan ginjal, berbagai bentuk
pencitraan medis, tes
darah dan sering ginjal
biopsi(menghapus
sampel kecil jaringan ginjal) bekerja untuk mencari tahu apakah ada sebab
reversibel untuk kerusakan ginjal. pedoman profesional terbaru
mengklasifikasikan tingkat keparahan penyakit ginjal kronis dalam lima tahap,
dengan tahap 1 yang paling ringan dan biasanya menyebabkan sedikit gejala dan
tahap 5 menjadi penyakit yang parah dengan harapan hidup yang buruk jika tidak
diobati. Stadium akhir penyakit ginjal (ESRD )
, Tahap 5 CKD juga
disebut gagal ginjal kronis (CKF)
atau kegagalan kronis ginjal (CRF).
Tidak ada pengobatan khusus untuk memperlambat tegas
menunjukkan memburuknya penyakit ginjal kronis. Jika ada penyebab yang
mendasari untuk CKD, seperti
vaskulitis, ini dapat diobati
secara langsung dengan pengobatan bertujuan untuk memperlambat kerusakan. Pada
tahap yang lebih maju, pengobatan mungkin diperlukan untuk anemia dan
penyakit tulang. CKD
parah memerlukan salah satu bentuk
terapi penggantian
ginjal, ini mungkin merupakan bentuk
dialisis,
tetapi idealnya merupakan
transplantasi ginjal.
Penyakit
ginjal diabetic memakan waktu bertahun-tahun untuk berkembang. Pada beberapa
orang-orang, fungsi penyaringan dari ginjal-ginjal sebenarnya lebih tinggi
daripada normal pada beberapa tahun pertama dari diabetes mereka.
Melalui
beberapa tahun, orang-orang yang mengembangkan penyakit ginjal akan mempunyai
jumlah-jumlah yang kecil dari protein darah albumin yang mulai bocor kedalam
urin mereka. Stadium pertama dari penyakit ginjal kronis ini disebutmicroalbuminuria. Fungsi penyaringan
ginjal biasanya tetap normal selama periode ini.
Ketika
penyakitnya maju (berlanjut), lebih banyak albumin bocor kedalam urin. Stadium
ini mungkin disebut macroalbuminuria atau proteinuria. Ketika jumlah albumin
dalam urin meningkat, fungsi penyaringan ginjal biasanya mulai merosot. Tubuh
menahan berbagai pembuangan-pembuangan karena penyaringan gagal. Ketika
kerusakan ginjal berkembang, tekanan darah seringkali juga naik.
Secara
keseluruhan, kerusakan ginjal jarang terjadi pada 10 tahun pertama dari
diabetes, dan biasanya 15 sampai 25 tahun akan berlalu sebelum gagal ginjal
terjadi. Untuk orang-orang yang hidup dengan diabetes lebih dari 25 tahun tanpa
segala tanda-tanda dari gagal ginjal, risiko pernah mengembangkannya berkurang.
Diagnosis Dari Penyakit Ginjal
Kronis
Orang-orang
dengan diabetes harus disaring secara teratur untuk penyakit ginjal. Dua
penanda-penanda kunci untuk penyakit ginjal adalah eGFRM dan albumin
urin.
eGFR adalah
singkatan unutk estimated
glomerular filtration rate. Setiap ginjal mengandung kira-kira 1 juta
filter-filter yang kecil terbentuk dari pembuluh-pembuluh darah. Filter-filter
ini disebut glomeruli.
Fungsi ginjal dapat diuji dengan memperkirakan berapa banyak darah glomeruli
menyaringnya dalam satu menit. Kalkulasi dari eGFR berdasarkan pada jumlah
dari creatinine, produk
pembuangan, ditemukan dalam sample darah. Ketika tingkat creatinine naik, eGFR
turun. Penyakit ginjal hadir ketika
eGFR kurang dari 60 mililiter per menit.
The American Diabetes Association
(ADA) dan the National Institutes of Health (NIH) merekomendasi bahwa eGFR
dihitung dari serum creatinine paling sedikit sekali dalam setahun pada semua
orang-orang dengan diabetes.
Albumin urin diukur dengan
membandingkan jumlah albumin pada jumlah creatinine pada sample urin tunggal.
Jika ginjal-ginjal adalah sehat, urin akan mengandung jumlah-jumlah yang besar
dari creatinine namun hampir tidak ada albumin. Bahkan peningkatan yang kecil
pada rasio dari albumin pada creatinine adalah tanda dari kerusakan ginjal.
Penyakit
ginjal hadir jika urin mengandung lebih dari 30 miligram albumin per gram
creatinine, dengan atau tanpa eGFR yang berkurang.
The
ADA dan the NIH merekomendasi penilaian tahunan dari ekskresi albumin urin
untuk menilai kerusakan ginjal pada semua orang-orang dengan diabetes tipe 2
dan orang-orang yang telah mempunyai diabetes tipe 1 untuk 5 tahun atau lebih. Jika penyakit ginjal terdeteksi, ia
harus diarahkan sebagai bagian dari pendekatan yang komprehensif pada perawatan
dari diabetes.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
diskriptif dengan metode kualitatif.
Penelitian diskriptif bertujuan untuk memaparkan peristiwa urgen yang terjadi
pada masa kini.